THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Selasa, 02 Februari 2010

manusia purba di indonesia


Manusia purba Indonesia ada tiga jenis di Indonesia yaitu:

* Meganthropus Paleojavanicus,
* Pithecanthropus Erectus,
* Homo

Ciri–ciri manusia purba Indonesia

1. Meganthropus Paleojavanicus
* Memiliki tulang pipi yang tebal
* Memiliki otot kunyah yang kuat
* Memiliki tonjolan kening yang menyolok
* Memiliki tonjolan belakang yang tajam
* Tidak memiliki dagu
* Memiliki perawakan yang tegap
* Memakan jenis tumbuhan
2. Pithecanthropus
* Tinggi badan sekitar 165 – 180 cm
* Volume otak berkisar antara 750 – 1350 cc
* Bentuk tubuh & anggota badan tegap
* Alat pengunyah dan alat tengkuk sangat kuat
* Bentuk graham besar dengan rahang yang sangat kuat
* Bentuk tonjolan kening tebal
* Bentuk hidung tebal
* Bagian belakang kepala tampak menonjol
3. Homo
* Volume otaknya antara 1000 – 1200 cc
* Tinggi badan antara 130 – 210 cm
* Otot tengkuk mengalami penyusutan
* Muka tidak menonjol kedepan
* Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna

Hasil budaya manusia purba Indonesia
* Pithecanthropus Erectus

1. Kapak perimbas
2. Kapak penetak
3. Kapak gengam
4. Pahat gengam
5. Alat serpih
6. Alat-alat tulang

* Homo

1. Kapak gengam / Kapak perimbas
2. Alat serpih
3. Alat–alat tulang

Ciri-ciri
* Meganthropus Paleojavanicus

1. Memiliki tulang pipi yang tebal
2. Memiliki otot kunyah yang kuat
3. Memiliki tonjolan kening yang menyolok
4. Memiliki tonjolan belakang yang tajam
5. Tidak memiliki dagu
6. Memiliki perawakan yang tegap
7. Memakan jenis tumbuhan

* Pithecanthropus Erectus

1. Tinggi badan sekitar 165 - 180 cm
2. Volume otak berkisar antara 750 - 1350 cc
3. Bentuk tubuh & anggota badan tegap tetapi tidak setegap megantropus.
4. Alat pengunyah dan alat tengkuk tidak sekuat megantropus.
5. Bentuk graham besar dengan rahang yang sangat kuat
6. Bentuk tonjolan kening tebal melintang di dahi dari sisi ke sisi.
7. Bentuk hidung tebal
8. Bagian belakang kepala tampak menonjol menyerupai wanita berkonde.
9. muka menonjol ke depan,dahi miring ke belakang

* Homo

1. Volume otaknya antara 1000 - 1200 cc
2. Tinggi badan antara 130 - 210 cm
3. Otot tengkuk mengalami penyusutan
4. Muka tidak menonjol kedepan
5. Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna

kerajaan mataram islam


Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam di Jawa yang didirikan oleh Sutawijaya, keturunan dari Ki Ageng Pemanahan yang mendapat hadiah sebidang tanah dari raja Pajang, Hadiwijaya, atas jasanya. Kerajaan Mataram pada masa keemasannya dapat menyatukan tanah Jawa dan sekitarnya termasuk Madura serta meninggalkan beberapa jejak sejarah yang dapat dilihat hingga kini, seperti wilayah Matraman di Jakarta dan sistem persawahan di Karawang.

Raja pertama adalah Sutawijaya. Sutawijaya naik tahta setelah ia merebut wilayah Pajang sepeninggal Hadiwijaya dengan gelar Panembahan Senopati. Pada saat itu wilayahnya hanya di sekitar Jawa Tengah saat ini, mewarisi wilayah Kerajaan Pajang. Pusat pemerintahan berada di Mentaok, wilayah yang terletak kira-kira di timur Kota Yogyakarta dan selatan Bandar Udara Adisucipto sekarang. Lokasi keraton (tempat kedudukan raja) pada masa awal terletak di Banguntapan, kemudian dipindah ke Kotagede. Sesudah ia meninggal (dimakamkan di Kotagede) kekuasaan diteruskan putranya Mas Jolang yang setelah naik tahta bergelar Prabu Hanyokrowati.

Pemerintahan Prabu Hanyokrowati tidak berlangsung lama karena beliau wafat karena kecelakaan saat sedang berburu di hutan Krapyak. Karena itu ia juga disebut Susuhunan Seda Krapyak atau Panembahan Seda Krapyak yang artinya Raja (yang) wafat (di) Krapyak. Setelah itu tahta beralih sebentar ke tangan putra keempat Mas Jolang yang bergelar Adipati Martoputro. Ternyata Adipati Martoputro menderita penyakit syaraf sehingga tahta beralih ke putra sulung Mas Jolang yang bernama Mas Rangsang.

Sesudah naik tahta Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Pada masanya Mataram berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura (kira-kira gabungan Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur sekarang). Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta (Jw. "kertå", maka muncul sebutan pula "Mataram Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, Mataram lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat dalam beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan di Imogiri), ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I).

Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.

Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.

Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari Kesultanan Mataram.